Pengertian
Agama
Agama adalah sebuah koleksi
terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang
menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol dan sejarah
suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal
usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang
memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup
yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa sansekerta, āgama yang berarti "tradisi".
Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa latin religio dan berakar pada kata kerja
re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan
berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Di Indonesia, istilah agama
digunakan untuk menyebut enam agama yang diakui resmi oleh negara, seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budhisme, dan Khonguchu.
Sedangkan semua sistem keyakinan yang tidak atau belum diakui secara resmi
disebut “religi”.
Agama sebagai
seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib,
khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya,
dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Secara khusus, agama
didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan
yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasi dan
memberi tanggapan terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib
dan suci. Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai
kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk
untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat. Karena itu pula agama dapat
menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari
masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong serta pengontrol bagi
tindakan-tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai
dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya.
Fungsi Agama
- Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok
- Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
- Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah
- Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
- Pedoman perasaan keyakinan
- Pedoman keberadaan
- Pengungkapan estetika (keindahan)
- Pedoman rekreasi dan hiburan
- Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.
Fungsi Agama dalam masyarakat
a. Fungsi edukatif.
Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara
petugas-petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta
imam, guru agama dan lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah,
renungan (meditasi) pendalaman rohani, dsb.
b. Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam
hidup sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa
mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang
sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya.
Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia
inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali manusia yang salah dengan Tuhan
dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.
c. Fungsi pengawasan
sosial (social control)
Fungsi agama sebagai kontrol sosial yaitu :
- Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat.
- Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral ( yang dianggap baik )dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern.
d. Fungsi memupuk
Persaudaraan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah
kesatuan manusia-manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.
- Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalism, komunisme, dan sosialisme.
- Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
- Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama
e. Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk
kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai
baru yang lebih bermanfaat.
Sedangkan menurut Thomas
F. O’Dea menuliskan enam fungsi agama dan
masyarakat yaitu:
1. Sebagai pendukung, pelipur
lara, dan perekonsiliasi.
2. Sarana hubungan
transendental melalui pemujaan dan upacara
Ibadat.
3. Penguat norma-norma dan
nilai-nilai yang sudah ada.
4. Pengoreksi fungsi yang
sudah ada.
5. Pemberi identitas diri.
6. Pendewasaan agama.
Sedangkan menurut Hendropuspito lebih
ringkas lagi, akan tetapi intinya
hampir sama. Menurutnya fungsi
agama dan masyarakat itu adalah
edukatif, penyelamat, pengawasan sosial,
memupuk persaudaraan, dan transformatif.
Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia dan
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
Kaitan agama
dan masyarakat
Kaitan agama
dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi
penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi
rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan
maut menimbulkan relegi dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman
agamanya para tasauf.
Bukti-bukti itu
sampai pada pendapat bahwaagama merupakan tempat mencari makna hidup yang final
dan ultimate. Agama yang diyakini, merupakan sumber motivasi tindakan individu
dalam hubungan sosialnya, dan kembali pada konsep hubungan agama dengan
masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan
sosial dan invidu dengan masyarakat yang seharusnya tidak bersifat antagonis.
Peraturan agama
dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normative
atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan. Contoh
kasus akibat tidak terlembaganya agama adalah “anomi”, yaitu keadaan
disorganisasi sosial di mana bentuk sosial dan kultur yang mapan jadi ambruk.
Hal ini, pertama, disebabkan oleh hilangnya solidaritas apabila kelompok lama
di mana individu merasa aman dan responsive dengan kelompoknya menjadi hilang.
Kedua, karena hilangnya consensus atau tumbangnya persetujuan terhadap
nilai-nilai dan norma yang bersumber dari agama yang telah memberikan arah dan
makna bagi kehidupan kelompok.
Penjelasan yang
bagaimanapun adanya tentang agama, tak akan pernah tuntas tanpa
mengikutsertakan aspek-aspek sosiologisnya. Agama, yang menyangkut kepercayaan
kepercayaan serta berbagai prakteknya, benar-benar merupakan masalah sosial dan
pada saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia. Karena itu
segera lahir pertanyaan tentang bagaimana seharusnya dari sudut pandang
sosiologis.
Dalam pandangan
sosiologi, perhatian utama terhadap agama adalah pada fungsinya terhadap
masyarakat. Istilah fungsi seperti kita ketahui, menunjuk kepada sumbangan yang
diberikan agama, atau lembaga sosial yang lain, untuk mempertahankan (keutuhan)
masyarakat sebagai usaha-usaha yang aktif dan berjalan terus-menerus. Dengan
demikian perhatian kita adalah peranan yang telah ada dan yang masihdimainkan.Emile Durkheim
sebagai sosiolog besar telah memberikan gambaran tentang fungsi agama dalam
masyarakat. Dia berkesimpulan bahwa sarana-sarana keagamaan adalah
lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber pada kekuatan yang dinyatakan
berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap anggotanya, dan
fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban
sosial.
Agama telah
dicirikan sebagai pemersatu aspirasi manusia yang paling sublime; sebagai
sejumlah besar moralitas, sumber tatanan masyarakat dan perdamaian batin
individu; sebagai sesuatu yang memuliakan dan yang membuat manusia beradab.
Sebenarnya lembaga keagamaan adalah menyangkut hal yang mengandung arti penting
tertentu, menyangkut masalah aspek kehidupan manusia, yang dalam
transendensinya, mencakup sesuatu yang mempunyai arti penting dan menonjol bagi
manusia. Bahkan sejarah menunjukkan bahwa lembaga-lembaga keagamaan merupakan
bentuk asosiasi manusia yang paling mungkin untuk terus bertahan.
Agama di
Indonesia, mengambil peranan penting dalam membentuk masyarakat sipil,
khususnya sebagai masyarakat politik. Perkembangan masyarakat sipil ini
ternyata lebih cepat dari pada perkembangan masyarakat ekonomi. Sebagai
dampaknya, peranan negara lebih menonjol dan justru mengambil peran sebagai
agen perubahan sosial yang berdampak terbentuknya masyarakat sipil, dari arti
mencakup masyarakat politik maupun ekonomi.
Kecenderungan yang
dominan di Indonesia adalah idealisasi negara, sebagai wadah nilai-nilai
tertinggi. Perjuangan organisasi-organisasi keamanan ikut mendorong
terbentuknya Negara-Ideal, atau Negara-Integralistik sebagai kompromi dari
konflik antara sekularisme dan teokrasi. Dalam Negara-Ideal tersebut, agama dicegah
untuk dominan dalam mewarnai corak negara, tetapi diberi kesempatan untuk masuk
dan membentuk nilai-nilai ideal itu ke dalam wadah negara.
Namun,
kecenderungan idealistik dan integralistik bisa memarginalkan peranan agama.
Marginalisasi agama berarti pengeringan sumber-sumber nilai. Karena itu
nilai-nilai keagamaan perlu dikembangkan dengan memperkuat masyarakat sipil,
sebagai benteng (bastion) kepentingan-kepentingan dan aspirasi masyarakat,
termasuk masyarakat agama, yang kedudukannya cukup dominan dalam masyarakat
Indonesia.
Referensi :
Wikipedia.com
http://giovannim12.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar